Tragedi Tambang Emas Ilegal Madina Renggut Nyawa Anak, Pengamat Hukum Soroti Lambannya Penanganan Polres
Pengamat hukum soroti lambannya Polres Madina tangani kasus tewasnya 2 anak di tambang emas ilegal Rantobi. Aktivitas PETI berlangsung sejak 2008 tanpa penindakan tegas.-ANT-
SUMUT.DISWAY.ID - Kasus tenggelamnya dua anak di bekas galian tambang emas ilegal di Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), menjadi sorotan tajam publik dan akademisi.
Pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS), Sarmadan Pohan, SH, MH, menyoroti lambannya penanganan hukum atas tragedi yang terjadi pada Mei 2025 tersebut.
Sarmadan Pohan menyatakan bahwa praktik tambang emas ilegal (PETI) di Madina bukanlah hal baru. Aktivitas ini telah berlangsung lebih dari satu dekade tanpa adanya penindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah.
Lemahnya Penegakan Hukum dan Ketegasan Pemerintah
“Pertambangan emas ilegal di Mandailing Natal sudah ada sejak 2008 dan hingga kini kian marak. Penegakan hukum di wilayah hukum Polres Madina sangat lemah karena selalu tarik ulur, sementara pemerintah daerah juga tidak tegas membenahi aktivitas ini,” ujar Sarmadan pada Kamis (6/11).
Ia menilai, langkah pemerintah daerah selama ini hanya terbatas pada imbauan tanpa diikuti tindakan konkret. Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas melarang aktivitas pertambangan tanpa izin (ilegal).
Sarmadan menegaskan, meskipun penambang ilegal di Madina beroperasi secara terbuka, tidak ada tindakan nyata yang diambil oleh aparat maupun pemerintah.
Dugaan Kasus “Diendapkan”
Lebih lanjut, Sarmadan menyoroti proses penyelidikan kasus tenggelamnya dua bocah di kolam bekas tambang Rantobi yang terkesan lamban. Ia menduga kuat adanya kecenderungan kasus tersebut “diendapkan” oleh penyidik.
“Penundaan penyelidikan ini bukan sekadar kelalaian, tetapi menunjukkan lemahnya penegakan hukum,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika penyidik telah mengantongi identitas pemilik atau pengelola tambang (seperti inisial M yang telah dipanggil), aparat seharusnya dapat menggunakan hukum acara pidana untuk memanggil paksa jika yang bersangkutan mangkir hingga tiga kali.
Sarmadan juga menekankan bahwa peristiwa meninggalnya anak di lokasi tambang ilegal merupakan delik temuan, bukan delik aduan. Artinya, polisi wajib memproses kasus tersebut tanpa perlu menunggu laporan resmi dari pihak keluarga korban. Ia menyarankan keluarga korban agar melapor ke Polda Sumut jika penanganan kasus di tingkat Polres Madina terkesan mandek.
Kronologi Tragis di Rantobi
Kasus tragis ini terjadi pada Kamis, 29 Mei 2025. Dua bocah perempuan, RN (10) dan SA (8), ditemukan tewas tenggelam di kolam bekas galian tambang ilegal yang kedalamannya sekitar 1,2 meter di Desa Rantobi. Keduanya ditemukan tewas berpelukan sekitar pukul 17.30 WIB. Hasil pemeriksaan bidan desa memastikan kematian murni akibat tenggelam dan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Sumber: