Tradisi Unik Masyarakat Indonesia Saat Syura: Warisan Budaya dan Spiritualitas yang Masih Terjaga

Tradisi masyarakat Indonesia saat Syura masih lestari di berbagai daerah. Dari kenduri hingga tapa bisu, setiap daerah punya cara khas memperingati awal Muharram. -ANT-
Sumut.Disway.id-Tahun baru Hijriah, khususnya tanggal 1 Muharram atau yang dikenal dengan Syura, bukan hanya momen pergantian kalender dalam Islam. Di berbagai daerah di Indonesia, Syura menjadi bagian dari budaya yang menyatu erat dengan kehidupan masyarakat. Tradisi masyarakat Indonesia saat Syura menyimpan nilai-nilai spiritual, sosial, dan historis yang diwariskan turun-temurun.
Kenduri dan Bubur Syura: Simbol Kebersamaan
Salah satu tradisi paling populer adalah kenduri atau selametan yang diadakan di banyak kampung di Jawa dan Sumatra. Masyarakat biasanya memasak bubur Syura, yakni bubur dengan aneka lauk-pauk yang disusun secara simbolik. Setiap komposisi makanan memiliki makna filosofis, seperti harapan akan keselamatan, rezeki, dan kebersamaan.
Di Makassar dan beberapa wilayah di Sulawesi, bubur Syura juga dimasak dan dibagikan ke tetangga. Tradisi ini bukan sekadar soal makanan, tetapi sebagai bentuk syukur dan doa agar tahun yang baru membawa keberkahan.
Tapa Bisu di Keraton Yogyakarta
Salah satu tradisi Syura yang sangat ikonik adalah Tapa Bisu di Keraton Yogyakarta. Prosesi ini dilakukan oleh abdi dalem, prajurit keraton, dan masyarakat yang berjalan kaki mengelilingi benteng keraton tanpa berbicara sepatah kata pun. Ritual diam ini mencerminkan perenungan diri, introspeksi, serta niat memperbaiki diri di tahun baru.
Tapa Bisu biasanya diakhiri dengan doa bersama di titik Nol Kilometer Yogyakarta, sebagai simbol memulai langkah baru dari titik nol.
Laku Spiritual di Pesantren dan Pedesaan
Di banyak pesantren dan desa-desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah, malam 1 Muharram diisi dengan tirakat, doa bersama, pembacaan doa akhir dan awal tahun, serta pengajian. Para santri dan warga biasanya mengisi malam Syura dengan zikir, muhasabah, bahkan kadang dengan laku puasa sunah atau wirid khusus.
Hal ini menunjukkan bahwa tradisi Syura bukan hanya budaya luar, tapi juga bagian dari laku spiritual masyarakat muslim Indonesia.
Syura sebagai Jembatan Budaya dan Iman
Tradisi masyarakat Indonesia saat Syura menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara budaya dan spiritualitas. Masyarakat tidak hanya memperingati 1 Muharram sebagai momen religi, tapi juga merawat warisan budaya yang penuh makna.
Di tengah modernisasi, tradisi-tradisi ini tetap bertahan. Bahkan di beberapa daerah, generasi muda mulai aktif kembali menghidupkannya—baik lewat media sosial maupun komunitas budaya lokal.
Syura di Indonesia bukan hanya perayaan, tetapi momentum untuk menghargai masa lalu, memperbaiki diri, dan melangkah dengan niat baik di tahun baru.
Sumber: