Sumut.Disway.id – Klub Premier League, Crystal Palace, resmi menggugat UEFA ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss setelah dinyatakan turun kasta ke kompetisi kasta ketiga Eropa, UEFA Conference League, musim depan.
CAS mengonfirmasi pada Selasa 22 Juli 2025, bahwa Palace telah mengajukan banding terhadap keputusan UEFA yang dinilai tidak adil oleh klub. Proses hukum ini akan dilakukan secara cepat dengan keputusan final ditargetkan keluar paling lambat 11 Agustus 2025.
Crystal Palace seharusnya lolos ke UEFA Europa League setelah menjuarai FA Cup musim lalu, pencapaian historis mengingat itu adalah trofi mayor pertama mereka dalam 120 tahun. Namun, UEFA membatalkan tiket tersebut karena adanya pelanggaran aturan multi-klub ownership yang menyangkut pemilik saham Palace, John Textor.
Textor tercatat memiliki 43% saham di Crystal Palace dan juga pemilik penuh klub Prancis Olympique Lyon, yang juga lolos ke Liga Europa. Menurut regulasi UEFA, dua klub yang dimiliki oleh entitas yang sama atau punya pengaruh signifikan, dilarang tampil bersamaan di kompetisi Eropa.
Walau Textor hanya memiliki pengaruh terbatas di Palace, UEFA menilai keterlibatannya tetap melanggar aturan karena dominasi kepemilikannya atas Lyon. Sebagai konsekuensinya, Palace dipindahkan ke Conference League, sementara Nottingham Forest yang awalnya hanya lolos ke Conference League justru dipromosikan ke Liga Europa.
Kini, Palace menggugat keputusan itu ke CAS dan secara eksplisit meminta agar slot Lyon atau Nottingham Forest di Liga Europa dibatalkan.
Sementara itu, Textor disebut telah sepakat menjual sahamnya di Palace kepada Woody Johnson, pemilik New York Jets, untuk mematuhi aturan UEFA ke depannya.
Ketua Crystal Palace, Steve Parish, menyebut keputusan UEFA sebagai "sebuah ketidakadilan besar" yang tidak mencerminkan semangat fair play. Ia menegaskan bahwa Palace telah memenuhi semua syarat secara sportif dan pantas bermain di level tertinggi kompetisi Eropa musim depan.
UEFA sendiri sedang memperketat aturan multi-klub ownership untuk mencegah konflik kepentingan dan menjaga integritas kompetisi. Model kepemilikan ganda ini semakin umum di era modern, termasuk grup City Football Group yang menaungi Manchester City dan sejumlah klub di berbagai negara.
Kasus Crystal Palace vs UEFA bisa menjadi preseden penting dalam penegakan aturan ini di masa mendatang.